Kamis, 04 Oktober 2012

RORO JONGGRANG

Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan Prabu Baka.


Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala keinginannya.

Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke Kerajaan Prambanan.

Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.

Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging. Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga Prabu Baka.

Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.

“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.

Mendengar pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.

“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.

“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”, Tanya Bandung Bandawasa.

“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.

Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang sangat banyak.

Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang. Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.

Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.

Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.

Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut menghentikan pembuatan candi.

Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana. Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak mewangi.

Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok.

Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.

Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini !!!”

Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.

Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang.

Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi yang keseribu !”

Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.

Senin, 01 Oktober 2012

Potensi Budaya di Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunungkidul

BUPATI DAN WAKIL BUPATI GUNUNGKIDUL


1. Kecamatan Nglipar terdiri dari tujuh desa yaitu Desa Natah, Desa Pilangrejo, Desa Kedungpoh, Desa Pengkol, Desa Kedungkeris, Desa Katongan, dan Desa  Nglipar.

Potensi kesenian yang ada di Kecamatan Nglipar adalah sebagai berikut :


Rasulan Desa Natah 


- Karawitan
Terdapat di Desa Kedungpoh, Desa Katongan, Desa Pilangrejo, Desa Pengkol, dan Desa Nglipar.
Organisasi tertua Mardi Laras, terdapat di Desa Pilangrejo, berdiri pada tahun 1970.


-
Slawatan
Terdapat di Desa Pilangrejo, organisasi tertua Dikir Mulud, berdiri pada tahun 1957.


-
Terbangan
Terdapat di Desa Kedungpoh, organisasinya Wirama Laras, berdiri pada tahun 1989.


-
Ketoprak
Terdapat di Sriten Desa Pilangrejo, organisasinya Harga Budoyo, berdiri pada tahun 1978.


-
Reog
Terdapat di Desa Kedungpoh, Desa Katongan, Desa Pilangrejo, dan Desa Pengkol.

Organisasi tertua Raja Budaya, terdapat di Desa Pilangrejo, berdiri pada tahun 1975.


-
Cokekan
Terdapat di Nglebak Desa Katongan, organisasinya Manunggal Setyo, berdiri pada tahun 1980.


2.
Upacara adat yang ada di Kecamatan Nglipar adalah Rasulan / Sadranan.
Terdapat di Desa Natah, Desa Pilangrejo, Desa Kedungpoh, Desa Pengkol, Desa Kedungkeris, Desa Katongan, dan Desa  Nglipar.   Pelaksanaannya antara bulan Suro dan Sapar, setelah panen selesai, pelakunya masyarakat desa.

LEGENDA SITU BAGENDIT

     Pada zaman dahulu hiduplah seorang janda yang sangat kaya raya. Namanya Nyai Bagendit. Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat. Nyai Bagendit mempunyai harta yang sangat banyak. Akan tetapi, ia sangatlah kikir dan tamak. Ia juga sangat sombong, terutama pada orang-orang miskin.
       Suatu hari Nyai Bagendit mengadakan selamatan.
Ketika selamatan itu berlangsung, datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan, tubuhnya kurus dan bajunya compang-camping. "Tolong kasihani aku Nyai, berilah hamba sedikit makanan, hamba sangat lapar sekali."pengemis itu memohon.
     Melihat pengemis tua yang kotor dan compang-camping  datang kerumahnya. Nyai Bagendit marah lalu mengusir pengemis itu. "Pengemis kotor yang tidak tahu malu, pergi kau dari rumahku!!!"Bentak Nyai Bagendit. Dengan sedih pengemis itu pergi.
     Keesokan harinya masyarakat terheran dengan munculnya sebatang lidi yang tertancap tegak di tengah jalan desa. Semua orang berusaha mencabut lidi itu. Namun, tidak ada yang berhasil. Pengemis tua yang meminta makanan Nyai Bagendit muncul kembali. Dengan cepat ia dapat mencabut lidi itu. Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras. Makin lama air itu makin deras.
     Karena takut kebanjiran, para penduduk setempat itu mengungsi. Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau mengungsi karena ia takut kehilangan rumah dan hartanya. Akhirnya, ia tenggelam bersama dengan harta bendanya. Konon, begitulah asal mula danau yang dikemudian hari dinamakan oleh warga setempat yaitu LEGENDA SITU BAGENDIT.